PENDAHULUAN
1. Pengertian
Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median,
dan bahu jalan.
Bahu
Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang
berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti,
keperluan darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis
pondasi, dan lapis permukaan.
Batas
Median Jalan adalah bagian median selain jalur
tepian, yang biasanya ditinggikan dengan batu tepi jalan.
Daerah
Manfaat Jalan (Damaja) adalah daerah yang meliputi
seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
Daerah
Milik Jalan (Damija) adalah daerah yang meliputi
seluruh daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan
dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk
pengaman jalan.
Daerah
Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah lajur lahan yang
berada di bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap
terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan
konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi.
Daerah
Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun
penuh atau areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang
diperkirakan akan menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu
kira-kira 10 tahun mendatang
dengan
proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa pemanfaatan lahan lainnya yang
bukan untuk pertanian.
Ekivalen
Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai
kendaraan dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya
kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran.
Faktor-K adalah
faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas per jam yang
didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas harian ratarata
tahunan.
Faktor
F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15
menit dalam satu jam, ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu
lintas dalam satu jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit
tertinggi.
Jalan
Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus
pada sisi mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat
perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan.
Jarak
Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang
tengah-tengah suatu jalur dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis
yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi.
Jarak
Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak
pandang yang dibutuhkan untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam
keadaan normal.
Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan aman
bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa.
Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk mencapai perubahan
kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan penuh.
Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh
kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.
Jalur
Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang
direncanakan khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
Kapasitas
Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat
dipertahankan pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam
satuan mobil penumpang per jam.
Kecepatan
Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman
dan dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut
jika kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan
perencanaan jalan.
Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu
kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.
Lajur
Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan
yang mempunyai kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan
kecepatan rendah terutama kendaraan berat.
Mobil
Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan
atau van yang berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat
duduk 4 sampai 6.
Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang digantikan tempatnya oleh
kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang
berlaku.
Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan cara
yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang
bebas samping pada jalur.
Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak diperkirakan bagi arus
kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam pada suatu jalur
atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang ditetapkan dalam kondisi
daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan lingkungan yang berlaku
dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam.
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam pada jam sibuk tahun
rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari perkalian VLHR
dengan faktor K.
Volume Lalu Lintas Harian
Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang melintasi
suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu
tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun.
Volume Lalu lintas Harian Rencana
(VLHR) adalah taksiran atau prakiraan volume lalu
lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan tertentu.
KETENTUAN-KETENTUAN
KLASIFIKASI JALAN
Klasifikasi
menurut fungsi jalan
Klasifikasi menurut fungsi jalan
terbagi atas:
1) Jalan Arteri
2) Jalan Kolektor
3) Jalan Lokal
Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien,
Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi,
Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Klasifikasi
menurut kelas jalan
1) Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton.
2) Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya
dengan kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 11.1 (Pasal
11, PP. No.43/1993).
Klasifikasi
menurut medan jalan
1) Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
2) Klasifikasi menurut medan jalan
untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam.
3) Keseragaman
kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi
medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada
bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.
Klasifikasi
menurut wewenang pembinaan jalan
Klasifikasi
jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985 adalah jalan
Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan Jalan
Khusus.
KRITERIA PERENCANAAN
Kendaraan
Rencana
1) Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
2) Kendaraan Rencana dikelompokkan
ke dalam 3 kategori:
(1)
Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
(2)
Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
(3) Kendaraan
Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
3) Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana
ditunjukkan dalam Tabel 11.3. Gambar 11.1 s.d. Gambar 11.3 menampilkan sketsa
dimensi kendaraan rencana tersebut.
Satuan
Mobil Penumpang
1) SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas
jalan, di mana mobil penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
2) SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya
dapat dilihat dalam Tabel II.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) No.036/TBM/1997.
Volume Lalu
Lintas Rencana
1) Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume
lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam
SMP/hari.
2) Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada
jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan
rumus:
VJR = VLRH x F/K.......(1)
di mana K
(disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan F
(disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas
perseperempat jam dalam satu jam.
3) VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan
fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan.
4) Tabel II.5 menyajikan faktor-K
dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-nya.
Kecepatan
Rencana
1) Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan
yang dipilih sebagaidasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan-kendaraan bergerakdengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang
cerah, lalu lintas yang lengang,dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
2) VR untuk masing masing
fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel II.6.
3) Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat
diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
BAGIAN BAGIAN JALAN
Daerah Manfaat
Jalan
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)
dibatasi oleh :
a) lebar antara batas ambang
pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,
b) tinggi 5 meter di atas permukaan
perkerasan pada sumbu jalan, dan
c)
kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.
Daerah Milik
Jalan
Ruang
Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja
ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman
1.5 meter.
Daerah
Pengawasan Jalan
1) Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang
jalan di luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari
sumbu jalan sebagai berikut :
(1) jalan
Arteri minimum 20 meter,
(2) jalan
Kolektor minimum 15 meter,
(3) jalan
Lokal minimum 10 meter.
2) Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan
ditentukan oleh jarak pandang bebas.
PENAMPANG MELINTANG
Komposisi
Penampang Melintang
Penampang melintang jalan terdiri
atas bagian-bagian sebagai berikut :
1) Jalur lalu lintas;
2) Median dan jalur tepian (kalau
ada);
3) Bahu;
4) Jalur pejalan kaki;
5) Selokan; dan
6) Lereng.
Jalur Lalu
Lintas
1) Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk
lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan.
Batas
jalur lalu lintas dapat berupa:
(1)
Median;
(2) Bahu;
(3)
Trotoar;
(4) Pulau
jalan; dan
(5)
Separator.
2) Jalur lalu lintas dapat terdiri
atas beberapa lajur.
3) Jalur lalu lintas dapat terdiri
atas beberapa tipe (lihat Gambar 11.11 s.d. Gambar 11.13)
(1) 1
jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB)
(2) I
jalur-2 lajur-l arah (2/1 TB)
(3) 2
jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B)
(4) 2
jalur-n lajur-2 arah (n12 B), di mana n = jumlah lajur.
Keterangan:
TB = tidak terbagi.
B =
terbagi
4) Lebar Jalur
(1) Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur
peruntukannya. Tabel II.6 menunjukkan lebar jalur dan bahu jalan sesuai
VLHR-nya.
(2) Lebar jalur minimum adalah 4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan
kecil saling berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu
dapat menggunakan bahu jalan.
Lajur
1) Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi
oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu
kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana.
2) Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang
dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam
Tabel 11.8.
3) Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan
tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan
oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih
dari 0.80.
4) Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pads
alinemen lurus memerlukan kemiringan melintang normal sebagai berikut (lihat
Gambar 11.14):
(1) 2-3%
untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
(2) 4-5%
untuk perkerasan kerikil
Bahu jalan
1) Bahu Jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu
lintas dan harus diperkeras (lihat Gambar 11.15).
2) Fungsi bahu jalan adalah sebagai
berikut:
(1) lajur
lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir darurat;
(2) ruang
bebas samping bagi lalu lintas; dan
(3)
penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
3) Kemiringan bahu jalan normal
antara 3 - 5%.
4) lebar bahu jalan dapat dilihat
dalam Tabel 11.7.
M e d i a n
1) Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan
dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah.
2) Fungsi median adalah untuk:
(1) memisahkan
dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;
(2) uang
lapak tunggu penyeberang jalan;
(3)
penempatan fasilitas jalan;
(4)
tempat prasarana kerja sementara;
(5)
penghijauan;
(6)
tempat berhenti darurat (jika cukup luas);
(7)
cadangan lajur (jika cukup luas); dan
(8)
mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.
3) Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau
lebih perlu dilengkapi median.
4) Median dapat dibedakan atas
(lihat Gambar 11.16):
(1) Median direndahkan, terdiri atas
jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang direndahkan.
(2) Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan
pemisah jalur yang ditinggikan.
5) Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25-0,50
meter dan bangunan pemisah jalur, ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 11.9.
6) Perencanaan median yang lebih rinci mengacu pada Standar
Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina
Marga,Maret 1992.
Fasilitas
Pejalan Kaki
1) Fasilitas pejalan kaki berfungsi memisahkan pejalan kaki dari
jalur lalu lintas kendaraan guna menjamin keselamatan pejalan kaki dan
kelancaran lalu lintas.
2) Jika fasilitas pejalan kaki diperlukan maka perencanaannya
mengacu kepada StandarPerencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Maret 1992.
JARAK PANDANG
Jarak Pandang adalah suatu jarak
yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga
jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat
melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua
Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului
(Jd).
Jarak
Pandang Henti
1) Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi
untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di
depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh.
2) Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah
105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.
3) Jh terdiri atas 2 elemen jarak,
yaitu:
(1) jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan
sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem; dan
(2) jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
4) Jh’ dalam satuan meter, dapat
dihitung dengan rumus:
di mana :
VR =
kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu
tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g =
percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f =
koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.
5) Tabel 11.10 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan
persamaan (11.3) dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.
Jarak
Pandang Mendahului
1) Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului
kendaraan lain di depannya dengan aman
sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula.
2) Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah
105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.
3) Jd, dalam satuan meter ditentukan
sebagai berikut:
Jd=dl+d2+d3+d4 (1L4)
dimana :
d1 =
jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),
d2 =
jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajursemula (m),
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m),
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah
berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 213 d2 (m).
4) Jd yang sesuai dengan VR
ditetapkan dari Tabel II.11.
Daerah
Bebas Samping Di Tikungan
1) Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin
kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh dipenuhi.
2) Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan
pandangan di tikungan dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh E (m),
diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek penghalang pandangan sehingga
persyaratan Jh dipenuhi
ALINEMEN HORISONTAL
Umum
1) Alinemen horisontal
terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga tikungan).
2) Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk
mengimbangi gaya entrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada
kecepatan VR.
3) Untuk
keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan harus
diperhitungkan.
Panjang Bagian Lurus
1) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan,
ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang
lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
2)
Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 11.15.
Tikungan
1) Bentuk bagian lengkung dapat
berupa:
(1)
Spiral-Circle-Spiral (SCS);
(2) full
Circle (fC); dan
(3)
Spiral-Spiral (SS).
2) Superelevasi
(1) Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat
berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR.
(2) Nilai
superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
3) Jari-Jari Tikungan
(1) Jari
- jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
di mana :
Rmin =
Jari jari tikungan minimum (m),
VR =
Kecepatan Rencana (km/j),
emax =
Superelevasi maximum (%),
F = Koefisien gesek, untuk
perkerasan aspal f=0,14-0,24
(2) Tabel
II. 16. dapat dipakai untuk menetapkan Rmin.
4) Lengkung peralihan
(1) Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara
bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R; berfungsi
mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga)
sampai bagian lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal
yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara
berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan
tikungan.
(2) Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral
(clothoid). Dalam tata cara ini digunakan bentuk spiral.
(3)
Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas pertimbangan bahwa:
a) lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindarkan kesan perubahan alinemen yang mendadak, ditetapkan 3 detik (pada
kecepatan VR);
b) gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi
berangsur angsur pada lengkung peralihan dengan aman; dan
c) tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari bentuk
kelandaian normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh melampaui re-max
yang ditetapkan sebagai berikut:
untuk VR ≤ 70 km/jam, re-max =0.035
m/m/detik,
untuk VR ≥ 80km/jam, re-maz =0.025
m/m/detik.
5) Pencapaian superelevasi
(1) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang
normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi)
pada bagian lengkung.
(2) Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linear (lihat Gambar II.21), diawali dari bentuk normal sampai awal
lengkung peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu
dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
(3) Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linear (lihat Gambar 11.22), diawali dari bagian lurus sepanjang 213 LS
sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS.
(4) Pada tikungan S-S,
pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian spira
ALINEMEN VERTIKAL
Umum
1) Alinemen vertikal terdiri atas
bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal.
2) Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal
dapat berupa landai positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau
landai nol (datar)
3) Bagian lengkung vertikal dapat
berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.
LandaiMaksimum
1) Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
2) Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
3) Kelandaian maksimum untuk
berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel II.21.
4) Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus
disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
5) Panjang kritis dapat ditetapkan
dari Tabel II.22.
Lengkung Vertikal
1) Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang
mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan
(1)
mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan
(2)
menyediakan jarak pandang henti.
2) Lengkung vertikal dalam tata cara
ini ditetapkan berbentuk parabola sederhana,
(a) jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung
vertikal cembung, panjangnya ditetapkan dengan rumus:
(b) jika jarak pandang henti
lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung, panjangnya ditetapkan dengan
rumus:
3) Panjang minimum lengkung vertikal
ditentukan dengan rumus:
di mana :
L =
Panjang lengkung vertikal (m),
A =
Perbedaan grade (m),
Jh =
Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm
dan tinggi mata 120 cm.
4) Y dipengaruhi oleh jarak pandang
di malam hari, kenyamanan, dan penampilan. Y ditentukan sesuai Tabel II.23.
5) Panjang lengkung vertikal bisa
ditentukan langsung sesuai Tabel II.24 vang didasarkan pada penampilan,
kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk jelasnya lihat Gambar II.27 dan Gambar
II.28.
maaf rumus dan gambar tidak bisa di lampirkan.....