JEMBATAN
Jembatan
merupakan bangunan yang membentangi sungai, jalan, saluran air, jurang dan lain
sebagainya untuk menghubungkan kedua tepi yang dibentangi itu agar orang dan
kendaraan dapat menyeberang
Secara
umum, jembatan mempunyai struktur atas, bangunan bawah dan pondasi. Bangunan
atas memikul beban lalulintas kendaraan yang bergerak diatasnya. Beban tersebut
disalurkan ke kepala jembatan yang harus didukung pula oleh pondasi. Dalam
kasus tertentu dengan bentang yang panjang dibutuhkan pilar yang mendukung beban
yang terletak diantara ujung / kepala jembatan.Struktur jembatan terdiri dari
struktur atas, struktur bawah dan pondasi. Didalam pemilihan tipe maupun ukuran
dari struktur jembatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain
:
1. Aspek
Lalu Lintas
2. Aspek
Geometri
3. Aspek
Tanah
4. Aspek
Hidrologi
5. Aspek
Perkerasan
6. Aspek
Konstruksi
Struktur
jembatan dapat berfungsi dengan baik untuk suatu lokasi tertentu apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Kekuatan
dan stabilitas struktural
1) Tingkat
pelayanan
2) Keawetan
3) Kemudahan
pelaksanaan
4) Ekonomis
5) Keindahan
estetika
A. ASPEK
LALU LINTAS
Ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan jembatan ditinjau
dari segi lalu lintas yang meliputi antara lain :
a) Kebutuhan
Lajur
- Nilai
konversi kendaraan
- Klasifikasi menurut kelas jalan
- Lalu lintas harian rata-rata
- Volume lalu lintas
- Kapasitas jalan
- Derajat kejenuhan
b) Kebutuhan
Lajur
Lebar
lajur adalah bagian jalan yang direncanakan khusus untuk lajur kendaraan, jalur
belok, lajur tanjakan, lajur percepatan / perlambatan dan atau lajur
parkir.Lebar lajur tidak boleh dari lebar lajur pada jalan pendekat untuk tipe
dan kelas jalan yang relevan. Berdasarkan TCPGJKA 1997 Bina Marga, lebar lajur
untuk berbagai klasifikasi perencanaan sesuai tabel berikut ini :
1.
Nilai Konversi Kendaraan
Nilai
konversi merupakan koefisien yang digunakan untuk mengekivalensi berbagai jenis
kendaraan ke dalam satuan mobil penumpang (smp) dimana detail nilai smp dapat
dilihat pada buku MKJI No.036/T/BM/1997. Nilai konversi dari berbagai jenis
kendaraan dilampirkan seperti pada tabel di bawah ini.
2.
Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
Jalan
dibagi dalam kelas-kelas yang penetapannya didasarkan pada kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas yang dinyatakan dalam muatan sumbu terberat
(MST) dalam satuan Ton. Dalam “Tata Cara Perencanaan Geometrik untuk Jalan
Antar Kota tahun 1997”, klasifikasi dan fungsi jalan dibedakan seperti pada
tabel berikut :
3.
Lalu Lintas Harian Rata-rata
Lalu
Lintas Harian rata-rata adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik dalam
satu ruas dengan pengamatan selama satu tahun dibagi 365 hari. Besarnya LHR
akan digunakan sebagai dasar perencanaan jalan dan evaluasi lalu lintas pada
masa yang akan datang. Untuk memprediksi volume LHR pada tahun rencana, digunakan
persamaan regresi.
4. Volume
Lalu Lintas
Volume
lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melintas di suatu titik pada suatu
ruas jalan dengan interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp). Dalam perencanaan, digunakan perhitungan volume puncak yang
dinyatakan dalam volume per jam perencanaan. Perhitungan volume lalu lintas
digunakan rumus berdasarkan MKJI No. 036/T/BM/1997.
5. Kapasitas
Jalan
Kapasitas
jalan didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan per satuan
jam yang melewati suatu titik pada suatu ruas jalan dalam kondisi yang ada.
Besarnya kapasitas jalan menurut MKJI 1997 :
Untuk
jalan terbagi dan jalan satu-arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan
arah tidak dapat diterapkan dan bernilai 1,0.Derajat Kejenuhan ( Degree of
Saturation)
Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai ratio arus lalu lintas terhadap
kapasitas jalan, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu
lintas pada suatu simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan akan
menunjukkan apakah segmen jalan itu akan mempunyai suatu masalah dalam
kapasitas atau tidak.Besarnya nilai derajat kejenuhan ditunjukkan pada rumus
berikut :
Nilai
DS tidak boleh melebihi angka satu, karena jika nilai DS lebih dari satu maka akan
terjadi masalah yang serius karena pada jam puncak rencana arus lalu lintas
yang ada akan melebihi nilai kapasitas jalan dalam menampung arus lalu lintas.
Nilai DS yang paling ideal adalah dibawah angka 0,75 (MKJI 1997 hal 6-25)
B. ASPEK
GEOMETRI
Dalam
perencanaan jalan raya bentuk geometri jalan harus ditentukan sedemikian rupa
sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang optimal pada
lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Untuk itu perlu diperhatikan
batasan-batasan yang telah ditetapkan Bina Marga.
Perencanaan
geometri dapat dibedakan dalam dua tahap :
a. Alinyemen
Horisontal
Alinyemen
horisontal merupakan proyeksi sumbu tegak lurus bidang horisontal yang terdiri
dari susunan garis lurus dan garis lengkung. Perencanaan geometri pada bagian
lengkung diperhatikan karena bagian ini dimaksudkan untuk mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat melewati tikungan dan gaya
tersebut cenderung melempar kendaraan ke arah luar.Pada bagian lurus dan
lengkungan biasanya disisipkan lengkung peralihan, yang berfungsi untuk
mengantisipasi perubahan alinyemen dari bentuk lurus sampai ke bagian
lengkungan sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berada di
tikungan berubah secara berangsur-angsur.
b. Alinyemen
Vertikal
Alinyemen
vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal.
Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa
landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) atau landai nol
(datar).Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung
cembung.
C. ASPEK
TANAH
Data
tanah digunakan untuk menganalisa kemampuan daya dukung tanah terhadap beban
yang bekerja dan penentuan jenis pondasi yang sesuai dengan kebutuhan.
Tinjauan Terhadap Daya Dukung Tanah Dalam perencanaan pondasi, besaran tanah
yang harus diperhitungkan adalah daya dukung tanah dan letak lapisan tanah
keras. Daya dukung tanah yang telah dihitung harus lebih besar dari beban
ultimate yang telah dihitung.
Tinjauan Terhadap Stabilitas Abutment Data tanah yang dibutuhkan berupa
sudut geser, kohesi, berat jenis tanah yang bekerja pada abutment dan daya
dukung tanah yang merupakan reaksi tanah dalam penyaluran beban dari abutment.
Gaya berat tanah ditentukan dengan menghitung volume tanah diatas abutment
dikalikan dengan berat jenis tanah dari data soil properties.
D.
ASPEK HIDROLOGI
Aspek
hidrologi diperlukan dalam menentukan banjir rencana sehingga akan diketahui
tinggi muka air banjir melalui bentuk penampang yang telah ada. Tinggi muka air
banjir ini akan mempengaruhi terhadap tinggi jembatan yang akan direncanakan.
1) Curah
Hujan Rencana
Dalam
hal ini digunakan metode yang tepat dalam menghitung curah hujan rencana dengan
periode ulang tertentu. Perhitungan hujan rencana ini digunakan Metode Gumble.
2) Debit
Banjir Rencana
Debit
rencana dihitung dengan formula Rational Mononobe :
Koefisien
run off merupakan perbandingan antar jumlah limpasan dengan jumlah curah hujan.
Besar kecilnya nilai koefisien limpasan ini dipengaruhi oleh kondisi topografi
dan perbedaan penggunaan tanah.
E. ASPEK
KONSTRUKSI
Aspek
konstruksi berkaitan dengan pemilihan jenis struktur yang akan digunakan yang
didasarkan pada beban yang bekerja, jenis dan kondisi tanah dan sebagainya.
Beban Struktur Jembatan
Dalam
perencanaan struktur jembatan beban dan gaya harus diperhatikan untuk
perhitungan tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan yaitu :
1.
Beban Primer,
Beban
primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan.Yang termasuk beban primer adalah :
a.
Beban Mati,
Beban
mati adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan termasuk
segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan.
b. Beban
Hidup,
Beban
hidup jembatan yaitu beban ”T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan
dan beban ”D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.
2.
Beban Sekunder
Beban
sekunder merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam setiap
perencanaan jembatan.Yang termasuk beban sekunder adalah :
a. Beban
angin,
Pengaruh
beban angin sebesar 150 kg/m² pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya
beban angin horisontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan. Bidang
vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal yang
mempunyai tinggi menerus sebesar 2 ( dua ) meter di atas lantai kendaraan.
b. Gaya
Akibat Perbedaan Suhu
Gaya
akibat perbedaan suhu antara bagian jembatan baik yang menggunakan bahan yang
sama maupun dengan bahan yang berbeda. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan
data perkembangan suhu setempat.
c.
Gaya Akibat Rangkak dan Susut,
Pengaruh
rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi, harus ditinjau. Besarnya
pengaruh tersebut apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap senilai
dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 15C.
d.
Gaya Rem dan Traksi,
Pengaruh
ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari beban ”D”
tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada, dan dalam
satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu
jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter di atas permukaan lantai
kendaraan.
e. Gaya
Akibat Gempa Bumi,
Pengaruh
gempa bumi pada jembatan dihitung senilai dengan pengaruh gaya horisontal pada
konstruksi akibat beban mati konstruksi dan perlu ditinjau pula gaya–gaya lain
yang berpengaruh seperti gaya gesek pada perletakan, tekanan hidrodinamik
akibat gempa, tekanan tanah akibat gempa.
f. Gaya
Gesekan Pada Tumpuan–Tumpuan Bergerak,
Gaya
gesek yang timbul ditinjau hanya akibat beban mati saja sedang besarnya
ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan.
3.
Beban Khusus
Beban
khusus adalah beban yang merupakan beban–beban khusus untuk perhitungan
tegangan pada perencanaan jembatan.
Yang
termasuk beban khusus adalah :
-
Gaya Sentrifugal
Konstruksi
jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan terhadap suatu gaya
horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,80 meter di atas lantai
kendaraan. Gaya horisontal tersebut dinyatakan dalam prosen terhadap beban ”D”
yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan koefisien kejut.
Besarnya prosentase tersebut dapat ditentukan dengan rumus :
-
Gaya dan Beban Selama Pelaksanaan
Besarnya
dihitung sesuai dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang digunakan
-
Gaya Aliran Air dan Tumbukan Benda
Hanyutan
Gaya
tekanan aliran air adalah hasil perkalian tekanan air dengan luas bidang
pengaruh pada suatu pilar, yang dihitung dengan rumus :
Stuktur
Atas ( Upper Structure)
Struktur
atas secara umum terdiri dari :
- Gelagar
induk atau memanjang merupakan komponen jembatan yang letaknya melintang arah
jembatan atau tegak lurus arah aliran sungai.
- Gelagar
melintang merupakan komponen jembatan yang letaknya melintang arah jembatan.
- Lantai
jembatan berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan yang menahan beban
langsung lalu lintas yang melewati jembatan itu.
- Perletakan
adalah penumpu abutment yang berfungsi menyalurkan semua beban jembatan ke
abutment menerus ke pondasi.
- Pelat
injak berfungsi menghubungkan jalan dan jembatan sehingga tidak terjadi perubahan
ketinggian yang terlalu mencolok pada keduanya.
Struktur
Bawah (Sub Structure)
1) Abutment
Abutment merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan
juga sebagai dinding penahan tanah. Bentuk abutment dapat berupa abutment tipe
T terbalik yang dibuat dari beton bertulang.Abutment dilengkapi dengan
konstruksi sayap atau wing wall yang berfungsi untuk menahan tanah dalam arah
tegak lurus as jembatan ( penahan tanah ke samping ).
2) Pondasi
Perencanaan pondasi ditinjau dari pembebanan vertikal dan horisontal dimana
daya dukung tanah telah dihitung harus lebih besar dari beban ultimate.
Berdasarkan data tanah dapat dilihat lapisan tanah keras pada lapisan dalam
sehingga digunakan pondasi dalam yaitu pondasi tiang pancang.
3) Daya
Dukung Tiang Pancang
Perhitungan
pembagian tekanan pada kelompok tiang pancang yang menerima beban normal
eksentris :
-
Penurunan Tiang Pancang
Perhitungan penurunan
tiang pancang, tegangan pada tanah akibat berat bangunan dan muatannya dapat
diperhitungkan merata pada kedalaman 2/3 Lp dan disebarkan 30˚.
-
Struktur Pelengkap
Sarana pelengkap sangat
berguna untuk menunjang bangunan pokok agar dapat berfungsi dengan baik.
Sedangkan bangunan
pelengkap tersebut sebagai berikut :
a. Railling,
Railling jembatan berfungsi sebagai pagar pengaman bagi para pemakai jalan.b. Saluran
drainase, Saluran ini untuk mengalirkan air dari lapisan perkerasan jalan ke
luar jembatan.c. Oprit,
Merupakan jalan pelengkap untuk masuk ke jembatan dengan kondisi disesuaikan
agar mampu memberikan keamanan saat peralihan dari ruas jalan menuju jembatan.d. Trotoar,
Trotoar ini berfungsi sebagai tempat berjalan bagi para pejalan kaki yang
melewati jembatan agar tidak terganggu lalu lintas kendaraan.
6.
ASPEK PERKERASAN
Unsur-unsur
yang terdapat dalam perencanaan tebal perkerasan supaya tercapai hasil yang
optimal adalah :
- Unsur beban lalu lintas
- Unsur perkerasan
- Unsur tanah keras
Dengan
memperhatikan hal-hal tersebut, pada perencanaan perkerasan Jembatan Lumeneng
dipilih tipe perkerasan lentur (fleksible pavement).
Untuk
menentukan tebal perkerasan digunakan perhitungan-perhitungan sebagai berikut:
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3
LEP
= C x LHR awal x E
LEA
= C x LHR akhir x E
LET
= 0,5 (LEA + LEP )
LER
= LET x ( UR/10 ) = LET x FP
dimana :
ITP
= Indeks Tebal Perkersan
a1,
a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan
D1,
D2, D3 = tebal minimum masing-masing jenis perkerasan
C
= koefisien kontribusi kendaraan
LHR
awal = lalu lintas harian rata-rata pada umur rencana
E
= angka ekivalen untuk setiap jenis kendaraan
LHR
akhir = lalu lintaas hariaan rata-rata pada akhir umur rencana
UR
= umur rencana
FP
= faktor penyesuaian
Lapisan-lapisan
yang terdapat pada metode perkerasan lentur adalah :
Ø Tanah
dasar
Kekuatan
dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat
daya dukung tanah dasarnya (CBR tanah asli atau CBR desain)
a.
Perubahan bentuk tetap akibat beban lalu
lintas.b.
Sifat kembang susut tanah tertentu
akibat perubahan kadar airc.
Daya dukung tanah yang tidak merata dan
sukar ditentukan secara pasti pada daerahdengan macam tanah yang sangat berbeda
sifat dan kedudukannyad.
Lendutan selama dan setelah pembebanan
lalu lintas dari tanah tersebut.e.
Tambahan pemadatan akibat pembebanan
lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar
(granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada pelaksanaan.
Ø Lapisan
pondasi bawah
Konstruksi
lapis pondasi bawah direncanakan dengan kriteria sebagai berikut :
a) Bagian
perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda.b) Mencari
efisiensi penggunaan material yang relatif murah.c) Untuk
mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapisan pondasi.d) Sebagai
lapis pertama. Tipe tanah setempat (CBR>20 %, PI<10>
Ø Lapisan
Pondasi
Fungsi lapis pondasi antara lain :
1. Sebagai
bagian dari perkerasan yang menahan beban roda.
2. Sebagai
perletakan terhadap lapis perkerasan.
3. Bahan
lapis pondasi harus kuat dan awet sehingga dapat menahan beban roda
Ø Lapis
permukaan
Fungsi lapis permukaan antara lain :
1. Sebagai
bahan perkerasan untuk menahan beban roda.2. Sebagai
lapisan rapat air.3. Sebagai
lapis aus atau wearing course